Hukum Meminta-Minta di Jalan Raya
Dalam keseharian, kita sering menjumpai orang-orang yang meminta sumbangan dengan mengatasnamakan masjid di jalan Raya , bagaimana sih hukumnya?
A. Permasalahan
Kasus Hukum Meminta sumbangan di Jalan Raya.
Islam telah mengatur bagaimana seorang muslim dapat menolong orang lain dengan hartanya, misalnya melalui zakat, infak, sedekah, wakaf, dan hibah. Walaupun istilahnya berbeda, akan tetapi tujuan semuanya adalah untuk membantu orang lain yang sedang memerlukan bantuan, khususnya sesama muslim. Dalam hal pembangunan atau perbaikan tempat ibadah misalnya,umat Islam tidak asing lagi dengan istilah wakaf atau perwakafan.
Praktik wakaf yang ada di masyarakat sekarang ini, sebagiannya terlihat berbeda dengan praktik di awal-awal Islam orang yang ingin berwakaf menyerahkan sendiri hartanya untuk kepentingan Islam dengan cara-cara tertentu yang telah diatur oleh Islam. Sedangkan pada saat ini, segelintir umat Islam guna pembangunan atau perbaikan sarana tempat ibadah, melakukan praktik meminta wakaf di jalan raya. Padahal jalan raya semestinya bukanlah tempat meminta wakaf, melainkan tempat arus berlalu lintas yang digunakan oleh setiap orang untuk kenyamanan beraktivitas sehari-hari.Maka, tampak adanya pertentangan antara praktik meminta wakaf di jalan raya dengan kenyamanan berlalu lintas di jalan raya. Dalam hal ini setidaknya masyarakat terbagi kepada dua kelompok, yaitu kelompok yang menyukai (membolehkan) dengan alasan dengan meminta wakaf di jalan raya akan mempercepat proses pembangunan masjid,karena besarnya biaya yang dibutuhkan, serta kelompok yang tidak menyukai (melarang) praktik meminta wakaf di jalan raya.dengan alasan dapat membahayakan keselamatan serta menggangu kenyamanan pengendara berlalu lintas.
B.PENYELESAIAN
Dalam menyelesaikan permasalahan di atas, Alquran dan hadis secara spesifik tidak menyinggung masalah ini, sebab praktik ini lahir karena perubahan dan perkembangan zaman saat ini. Namun demikian, permasalahan ini dapat juga diselesaikan dengan menggunakan kaidah fikih.Menurut A. Rahmani, pada mulanya perbaikan maupun pembangunan rumah ibadah yang dilakukan oleh masyarakat, dananya bersumber dari dan masyarakat setempat sendiri. Akan tetapi, karena dana yang diperlukan untuk itu sangat besar sedangkan kemampuan masyarakat setempat tidak memungkinkan maka timbullah inisiatif dari pihak panitia perbaikan atau pembangunan rumah ibadah tersebut dan didukung oleh masyarakat setempat untuk meminta wakaf di jalan raya.
Memperhatikan beberapa tanggapan masyarakat mengenai praktik meminta wakaf di jalan raya di atas, penulis memasukkannya ke dalam bidang muamalah dan termasuk persoalan prioritas atau mana yang lebih diutamakan.Untuk menyelesaikannya, penulis menggunakan kaidah-kaidah sebagai berikut:
تٌحْرِيْمِهَا عَلَى دَلِيْلٌ يَدُلُّ أَنْ اِلاَّ الإباَحَةُ الْمُعَمَلَةِ فِى اَلاصْل
“Hukum asal dalam semua bentuk muamalah adalah boleh dilakukan kecuali ada dalil yang mengharamkannya.”
Dengan demikian, karena tidak ada nas yang melarang atau mengharamkan praktik meminta wakaf di jalan raya, maka berdasarkan hukum asalnya kegiatan tersebut adalah boleh dilaksanakan.Namun, pada sisi lain sebagaimana telah dikemukankan bahwa praktik meminta wakaf di jalan raya bertentangan dengan kenyamanan berlalu lintas. Maka, haruslah digunakan kaidah yang berhubungan dengan prioritas, misalnya:
فاَالاصْلَحَ الاَصْلح اَلإحْتِيَرُ
“Memilih yang lebih maslahah daripada maslahah sebelumnya.”
Kaidah lain berbunyi:
اَلْمَصَلِحِ جَلْبِ عَلىَ مُقَدَّمُ الْمَفاَ سِدِ
“Menolak kemafsadatan didahulukan daripada meraih kemaslahatan.”
Kaidah ini menegaskan bahwa apabila pada waktu yang sama dihadapkan kepada pilihan antara menolak kemafsadatan atau meraih kemaslahatan, maka yang harus didahulukan adalah menolak kemafsadatan.Sebab, dengan menolak kemafsadatan berarti juga meraih kemaslahatan.Sedangkan tujuan hukum Islam, ujungnya adalah untuk meraih kemaslahatan di dunia dan di akhirat.
Kaidah ini menegaskan bahwa apabila pada waktu yang sama dihadapkan kepada pilihan antara menolak kemafsadatan atau meraih kemaslahatan, maka yang harus didahulukan adalah menolak kemafsadatan.Sebab, dengan menolak kemafsadatan berarti juga meraih kemaslahatan.Sedangkan tujuan hukum Islam, ujungnya adalah untuk meraih kemaslahatan di dunia dan di akhirat.
Masyarakat yang melakukan praktik meminta wakaf di jalan raya menganggap bahwa praktik yang dilakukan akan membawa kemaslahatan bagi mereka. Sebab, dengan praktik tersebut mereka dapat menyelesaikan pembangunan masjid dengan cepat sehingga dapat segera digunakan untuk ibadah. Oleh sebab itu, jika praktik tersebut dilarang, maka tidak tercapailah kemaslahatan yang mereka inginkan, yang berarti juga mafsadah bagi mereka.Berbeda dengan mereka, masyarakat yang tidak menyukai praktik tersebut menganggap praktik tersebut dapat mendatangkan kemudaratan, baik bagi yang melakukan praktik itu sendiri juga para pemakai jalan raya tersebut.Sedangkan dengan melarang praktik tersebut mendatangkan kemaslahatan bagi semua orang. Dalam hal menolak kemafsadatan tersebut, terlihat terjadi pertentangan kembali antara apakah memilih mafsadah yang ditimbulkan akibat pembolehan ataukah memilih mafsadah yang ditimbulkan akibat pelarangan praktikmeminta wakaf di jalan raya? Untuk itu berlaku kaidah-kaidah di bawah ini:
اَلضَّ رٌرَبْنِ بِاَخَفَّ اَلاِرْنِكَابُ
“Melaksanakan yang lebih ringan mudaratnya di antara dua mudarat.”
“Diambil yang mudaratnya paling sedikit.”
Berdasarkan kaidah-kaidah di atas, maka diharuskan untuk memilih mafsadah yang lebih ringan atau kecil di antara mafsadah akibat pembolehan Demikian pula halnya dengan praktik meminta wakaf di jalan raya,mudaratnya tentu lebih besar ketimbang membolehkannya. Sebab, praktik tersebut memang dirasa sangat mengganggu kenyamanan berjalan di jalanraya, bahkan dapat menimbulkan kemacetan, sampai kecelakaan yang dapat membawa kepada kematian. Terlebih lagi pada jalan-jalan yang cenderung masyarakat mengemudikan kendaraan dengan kecepatan tinggi, misalnya lalu-lintas antar wilayah. Di samping itu, biasanya panitia meletakkan drum ataukursi di tengah-tengah jalan, sehingga pemakai jalan tidak leluasa dalam mengemudikan motornya. Selain itu, masyarakat kita adalah masyarakat yang majemuk yang terdiri atas berbagai penganut agama yang berbeda, tentunya praktik seperti itu sangat merugikan bagi mereka yang tidak seiman dan dapat merendahkan citra umat Islam di mata meraka (non-muslim).
C. SOLUSI
menurut penyusun solusi terbaik untuk mengatasi sumbangan wakaf yg dilakukan di jalan raya atau angkutan umum, dapat di atasi dengan cara sebagai berikut:
1.Membangun fasilitas keagamaan melalui Departement Wakaf Cara ini masyarakat akan mudah untuk mendirikan bangunan seperti masjid,pondok pesantren,dll.dan cara ini juga sudah diterapkan oleh Negara Mesir membangun pusat dakwah Universitas Al Azhar mesir melalui department Wakaf
2.Membangun lembaga-lembaga pembiayaan mikro (LPM).
1.Membangun fasilitas keagamaan melalui Departement Wakaf Cara ini masyarakat akan mudah untuk mendirikan bangunan seperti masjid,pondok pesantren,dll.dan cara ini juga sudah diterapkan oleh Negara Mesir membangun pusat dakwah Universitas Al Azhar mesir melalui department Wakaf
2.Membangun lembaga-lembaga pembiayaan mikro (LPM).
Dengan cara ini masyarakat dapat melakukan berbagai langkah penting untuk melengkapi fasilitas seperti tempat ibadah dll.
3.Memohon dana kepada donatur atau pemerintah melalui proposal dll.
3.Memohon dana kepada donatur atau pemerintah melalui proposal dll.
4.Memberi penyuluhan kepada masyarakat ahwa islam tidak mengajarkan untuk meminta-minta
5.Jika cara diatas tidak bisa dilakukan,maka tidak mengapa untuk mencari sumbangan di jalan raya dengan catatan manfaat nya lebih besar dari mudhorat seperti tidak menggangu kenyamanan orang-orang berlalu lintas.
5.Jika cara diatas tidak bisa dilakukan,maka tidak mengapa untuk mencari sumbangan di jalan raya dengan catatan manfaat nya lebih besar dari mudhorat seperti tidak menggangu kenyamanan orang-orang berlalu lintas.
Lanjutkan sahabat😎
BalasHapusSiaaap bat
Hapus